Berawal dari sebuah insiden jatuhnya Adzra dari ATV sesaat setelah berakhirnya Family Gathering Forklas XI SMA SAIM di Hutan Cempaka di penghujung pekan Juli kemarin, saya mengambil keputusan mendadak untuk terbang ke Malaysia. Apa pasal? Adzra sudah terjadwal lama untuk mengikuti program Asia Youth International Model United Nations (AYIMUN) ke-14 di Kuala Lumpur pada tanggal 2-5 Agustus 2024. Adzra juga sudah janjian dengan Vian, dengan teman satu sekolah, untuk berangkat bersama dengan sesama delegasi dari Surabaya.
Keputusan menemani Adzra ini saya ambil dan didukung oleh suami, meski sang anak maunya tetap ingin mandiri. Tetapi namanya ibu ya tidak tega melihat kondisi salah satu jari kakinya yang sedikit retak, dibebet kain elastis sebagai pelindung dan masih harus pakai tongkat. Jadilah saya hunting tiket pesawat dengan penerbangan yang sama. Untung masih ada seat, meski harga sudah hampir sama dengan harga tiket pulang pergi Adzra. Akomodasi juga dapat di sekitar hotel Berjaya Times Square, tempat acara AYIMUN dan delegasi menginap. Semua perlengkapan sudah siap, dan kami berharap kondisi kaki Adzra lebih baik saat melakukan perjalanan dan berkegiatan. Dan alhamdulillah ketika berangkat, Adzra sudah tidak ingin pakai tongkat lagi karena sudah tidak ada keluhan rasa sakit.
Pada hari H, tanggal 2 Agustus 2024, kami berangkat naik Malaysian Airlines MH 870, berbarengan dengan Vian dan bertemu juga dengan 5 delegasi dari SMA Khadijah. Kata Adzra, ada beberapa temannya lagi dari sekolah lain yang mengambil penerbangan yang berbeda di jam yang hampir sama. Sesuai AYIMUN Guidebook yang dikirimkan panitia, akan ada bus yang menjemput di bandara KLIA nanti.
Sesampai di bandara KLIA Terminal 3, proses imigrasi yang lancar meski antri cukup panjang, dan tanpa pengecekan bagasi karena tidak ada yang perlu di-declare. Kami menuju ke pintu keluar, dan bertemu dengan AYIMUN officials yang sudah menunggu rombongan yang datang melalui beberapa penerbangan dengan jam berdekatan. Setelah mengobrol sebentar, akhirnya saya ditawari ikut rombongan bus sekalian, selama masih ada seat kosong. Dan memang masih banyak seat tersedia. Bus yang besar hanya terisi 2/3nya. Saya memberikan kesempatan kepada Adzra untuk berbaur dengan teman-teman barunya dari sekolah lain di Indonesia dan dari luar negeri. Dan saya menuju ke deretan belakang.
Duduk di deretan paling belakang membawa saya pada perkenalan dengan 2 orang guru Bahasa Inggris yang sedang mendampingi siswanya. Ada Ustadz Ulum dari SMA Al Hikmah Surabaya, yang diwakili oleh 1 orang siswa. Ada Ustadz Surur dari SMA Al Muslim Pondok Candra Sidoarjo, yang menemani 2 siswanya. Karena kami berasal dari latar belakang ilmu yang sama, akhirnya ngobrolnya bisa gayeng. Jadilah nama-nama yang kami saling kenal bisa teridentifikasi. Ujaran-ujaran seperti “Dosen saya lagi kuliah S3 di Unesa, bu,” “Kakak kelas saya baru ujian S3 di Unesa, bu. “Saya dulu sering kumpul dengan teman-teman dari Unesa yang sesama debaters ,“ saya timpali dengan jawaban “Lha itu mahasiswa bimbingan saya,” “Oh ya saya ikut menguji juga, “Oh iya, itu mahasiswa saya yang sampai sekarang masih sering kontak.” This is a small world, dan kami saling bertukar nomor kontak. Ustadz Ulum mendaftar sebagai observer, sehingga bisa mengikuti semua agenda AYIMUN, kecuali partisipasi aktif di sidang-sidang MUN. Ustadz Surur memilih mengantar siswanya saja.
Sesampai di hotel, saya hanya menemani sampai Adzra check-in dan segera bersiap ikut kegiatan. Saya sendiri tidak mendaftar sebagai observer. Selain karena harganya mahal (sama dengan peserta = $699), juga karena sudah ditutup. Biarlah Adzra mandiri dan belajar mengembangkan jejaring internasional dengan teman-teman barunya. Saya sendiri langsung menuju ke Suite@Berjaya Times Square, kompleks apartemen di Gedung yang sama. Saya sudah booking studio apartment selama 3 hari. Niatnya agar berdekatan dan bisa lebih gampang memantau Adzra. Belakangan ada sedikit drama tentang akomodasi ini. Tapi saya tulis secara terpisah nanti ya.
Di hari kedua, tanggal 3 Agustus 2024, saya memantau Adzra melalui pesan WA. Tapi saya tunggu-tunggu belum ada cerita atau foto yang dikirim. Jadi setelah sarapan menjelang siang di café di hotel, saya kembali ke kamar. Belum ada niat untuk jalan-jalan. Ada beberapa tugas kampus yang tertunda dan harus segera diselesaikan, dan juga janjian nge-zoom dengan teman-teman komunitas literasi.
Lepas tengah hari, ada pesan masuk dari Mbak Lani, official AYIMUN, yang menjadi pendamping delegasi dari Surabaya. “Mams, ke ballroom yuk. Ikut parents’ meeting. Jam 3 nanti.” “Wah boleh ya?” tanya saya. Mbak Lani menjawab positif sambil mengirimkan foto Adzra.

Undangan tak terduga ini sontak mengajak saya untuk menutup laptop. Saya belum keluar kamar sama sekali kecuali untuk sarapan. Baru ingat kalau saya hanya bawa sedikit baju. Kostum formal saya simpan untuk keperluan ke Thailand seusai agenda di KL ini. Merasa tidak enak kalau harus pakai kaos, saya meluncur ke mall yang hanya sepelemparan batu (oleh atlet lempar lembing). Cari outfit yang pantas. Tidak sampai 30 menit saya sudah kembali ke kamar untuk bersiap diri.
Menjelang pukul 3 sore, saya sudah berada di lantai 14 hotel Berjaya Times Square, tempat AYIMUN diselenggarakan. Langsung ketemu Mbak Lani dan diajak masuk ke ruangan Manhattan VI. Sudah ada sekitar 20 an orang di dalamnya. Nampaknya cukup banyak orangtua yang datang menemani anaknya juga. Agenda dadakan yang digagas officials ini adalah untuk memberikan gambaran lebih lengkap tentang AYIMUN dan program sejenisnya seperti AWMUN. Paparan singkat diberikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, karena ada beberapa ortu yang bukan dari Indonesia dan Melayu. Salah satu kabar baik yang dibagikan officials adalah bahwa AYIMUN sudah tercatat dalam daftar event kompetisi yang dikurasi Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemdikbud. Portofolio di Puspresnas ini bisa menjadi modal untuk masuk ke perguruan tinggi nantinya.
Dari pengamatan, obrolan singkat dengan teman-teman sebelah saya, dan juga terutama testimoni, saya mendapatkan banyak informasi berharga. Misalnya, ada Ibu Rani, Kepala Sekolah dari SMA Nurul Fikri Jakarta yang sudah rutin mengirimkan siswa-siswanya sebagai delegasi AYIMUN selama beberapa tahun terakhir. Kali ini mereka mendampingi 27 siswa. Di deretan depan saya ada 2 ustadzah dari Malang. Satu dari Ar Rahmah, yang memberangkatkan 15 siswa, dan SMA Tursina yang mengirimkan 11 siswa. Mereka juga sudah beberapa kali mengirimkan siswa ke AYIMUN. Semuanya self-funded oleh ortu. Bila sekolah dapat mengirimkan minimal 12 orang siswa, AYIMUN memberikan 1 slot gratis untuk pendamping sebagai observer.
Ada banyak hal positif yang saya dengar dari beberapa pendamping yang memberikan testimoninya. Mulai dari keberanian dan kepercayaan diri siswa yang semakin kuat, critical thinking, sampai ke portofolio untuk masuk ke perguruan tinggi. Kalau dari sisi kemampuan Bahasa Inggris sudah diasumsikan bagus, karena ini adalah syarat untuk ikut AYIMUN. Ibu Rani dari Nurul Fikri juga dengan bangga menyampaikan bahwa beberapa alumni mereka yang pernah ikut AYIMUN diterima di perguruan tinggi negeri lewat jalur undangan.
Saya juga tidak ketinggalan ikut raise hand untuk memberikan komentar dan apresiasi. Sekaligus menambahkan bahwa Beasiswa Indonesia Maju (BIM) yang diberikan oleh Kemdikbud utk studi S1 di luar negeri juga menggunakan Puspresnas sebagai acuan portofolio. AYIMUN tercatat sebagai prestasi internasional. Nah, informasi ini bisa bermanfaat untuk sekolah-sekolah dan orang-tua yang anaknya ingin studi S1 ke luar negeri dengan modal beasiswa. Mungkin bisa mempertimbangkan ikut AYIMUN bila anak atau siswanya memang suka kegiatan yang melibatkan public speaking dan negotiation skills. Bahkan sebenarnya kegiatan ini bagus untuk mahasiswa. Sebagai dosen di Sastra Inggris Unesa, nampaknya saya perlu mendorong mahasiswa untuk ikut ajang ini, dan fakultas atau universitas juga perlu memberikan dukungan. Apabila AYIMUN saat ini lebih banyak diminati siswa SMA, Asia World MUN (AWMUN) lebih pas untuk mahasiswa. Beda dari kedua event ini adalah fokus isunya. AYIMUN lebih ke isu-isu sosial, sementara AWMUN ke politik.

Mungkin karena saya terlihat ekstrovert (=banyak bicara), akhirnya saya dapat ajakan khusus untuk menjadi observer di sesi UNICEF council yang sedang berlangsung. Kebetulan Adzra dan Vian ada di dalamnya. Adzra menjadi delegasi Pakistan, dan Vian mewakili Ethiopia. Berada di ruang besar, di mana ada puluhan remaja sedang bersidang layaknya sidang PBB, saya melihat langsung bagaimana berbagai keterampilan sedang dipraktikkan. Keterampilan berbicara di depan publik, berdebat tapi tidak harus bicara cepat, tapi lebih untuk menunjukkan standpoint negara-negaranya dalam membahas solusi-solusi untuk mengatasi isu malnutrition. Keterampilan menulis argumen juga dituntut melalui position paper. Sehari sebelum keberangkatan, delegasi juga sudah harus mengirimkan position paper atas nama negaranya dalam mengatasi masalah malnutrition. Saya sempat menemani Adzra melek hampir tengah malam untuk mengecek position papernya sebelum disubmit menjelang kami terbang di pagi harinya.
Saya amati ada beberapa pendamping yang membantu delegasi ketika dia belum memahami struktur menyampaikan pendapat. Dari penuturan Mbak Lani, AYIMUN memang lebih pas untuk pemula. Duduk di kursi paling belakang, saya bisa melihat proses sidang cukup komprehendif. Acungan tangan dengan memegang plakat kertas nama negara berkali-kali terlihat ketika pimpinan sidang melakukan voting untuk meloloskan sebuah resolusi. Semua peserta juga menghadap laptop untuk mengakses draf resolusi di googledoc, dan di layar besar di depan dan kiri ruangan terpampang draf resolusi yang sedang dibahas dan diperdebatkan. Ada laman terpampang untuk progress check. Ketika delegasi dari beberapa negara satu blok sedang paparan, pimpinan sidang mengundang delegasi dari negara lain yang mewakili blok oposisi untuk memberikan tanggapan dan sanggahan. Kemudian tepuk tangan bergema ketika resolusi tersebut disahkan atas dukungan suara terbanyak.
Saya tidak bisa secara langsung bisa melihat Adzra presentasi karena gilirannya sudah di pagi hari. Tapi saya lihat dari belakang (sambil sembunyi agar tidak ketahuan), dia beberapa kali mengacungkan tangan untuk minta kesempatan bicara atau memberikan dukungan resolusi. Ini saja sudah membuat saya merinding. Membayangkan para remaja yang dalam kesehariannya mungkin hobby mendengarkan musik, main sosmed, atau baca komik, kadang mager, dan sering hang out dengan teman-temannya bisa serius membahas isu nyata yang terjadi di berbagai belahan dunia. Mungkin solusi-solusi yang mereka tawarkan tidak serta merta membawa perubahan instant. Meskipun begitu, saya yakin akan timbul kesadaran dan kepedulian akan masalah-masalah sosial di sekitar mereka. Saya tidak lagi mengamati kemampuan Bahasa Inggris mereka. Sudah otomatis keren karena bisa menggunakan Bahasa Inggris untuk diskusi isu-isu serius. Ikut bangga banyak remaja Indonesia yang bisa menunjukkan potensi seperti ini.
Sidang Unicef MUN ditutup dengan kesan-kesan. Banyak yang minta tampil, tapi hanya beberapa yang dipilih karena waktu terbatas. Vian, teman Adzra, mendapatkan kesempatan untuk ikut tampil di depan. Saya terharu mendengarkan tuturannya yang fasih, bagaimana berada di forum ini membuat dia mengalami social anxiety, tapi membuatnya belajar banyak tentang pentingnya berjejaring. Saya kirim videonya ke Mbak dokter Novi, yang kemudian membalasnya dengan emoticon tangisan seorang ibu yang terharu.

Usai sertifikat dibagi ke setiap peserta dan foto bersama, Adzra (yang akhirnya tahu ibunya ada di ruangan) memeluk saya, dan kata pertama yang dia ucapkan adalah ‘capeeek’, tapi sambil senyam senyum. Saya menyempatkan diri untuk mengambil foto Adzra dan Vian di depan AYIMUN billboard. Wajah mereka di foto masing-masing menyiratkan perasaan lega dan bangga.


Tak lupa saya kirimkan foto-foto dan video ke grup keluarga kami, ke Mbak Novi dan Ustadzah Risti, wali kelas Adzra. Saya kira sudah wajar kami orangtua bangga atas proses yang dialami anak-anak ini. SMA SAIM Surabaya juga layak diacungi jempol karena sudah memberikan ruang ekspresi yang luas bagi siswanya. Untuk bisa di titik ini, saya yakin peran sekolah sangat besar dalam menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Saya tinggalkan Adzra dan Vian untuk meneruskan aktivitasnya dengan teman-teman baru mereka. Sambil melangkah menuju lift, saya membatin. Merenungkan banyak hal yang terjadi dalam minggu ini. Things happen for a good reason. Dari Family Gathering SMA SAIM ke insiden ATV, dan saya terlempar ke AYIMUN Kuala Lumpur.
Alhamdulillah Ya Allah. This is an incredible birthday gift.
Bestow Restaurant, Kuala Lumpur
4 Agustus 2024
Catatan harian/perjalanan yang sangat bagus dan bergizi serta berisi. Salam literasi.
Catatan hArian/perjalanan literasi yang bagus, berisi, dan bergizi.
Penutupnya sangat mantap: sebagai hadiah ultah yg luar biasa.
So wonderful experience for especially parents who want to enrich their children’s experience, too. Thank you for sharing, prof. Tiwi.