Hati saya lagi membuncah. Membayangkan banyak hal besar dan menantang yang mungkin akan terjadi dalam kaitannya dengan Gerakan Literasi Sekolah. Kemarin saya berada di Universitas Sanata Dharma (USD) untuk mengikuti acara peluncuran Extensive Reading Roadshow.
Agenda ER Roadshow ini sendiri diselenggarakan oleh The Indonesian Extensive Reading Association (IERA), yang merupakan salah satu affiliate dari Extensive Reading Foundation (ERF). IERA berdiri atas inisiasi dari 2 perempuan hebat dari USD, Ibu Mita (Wakaprodi Pendidikan Bahasa Inggris) dan Ibu Yuseva (IERA Chair). Dalam diskusi panel sekaligus konferensi pers ini ada 7 (tujuh) panelis, antara lain:
- Pak Rektor USD
- Pak Thomas Robb, Ph.D, ERF Chair, Kyoto Sangyo University, Jepang
- Pak Prof. Marc Helgesen, ERF Board Member, Miyagi Gakuin Women’s University, Jepang
- Pak Dr. Bradley Horn, Direktur RELO
- Ibu Christina Lhaksmita Anandari, IERA roadshow chair
- Ibu Yuseva Ariyani Iswandari, IERA Chair
- Saya sendiri (mewakili Satgas GLS)
Ini kedua kalinya IERA menyelenggarakan roadshow, dan tahun ini amat beruntung disponsori oleh Regional English Language Office (RELO)-Kedubes AS.
Lalu apa hubungannya dengan saya? Hmm, anggap saja ini keberuntungan punya banyak teman dan manfaat berjejaring. Desember lalu saya ditelpon mbak Dian Safitri, RELO assistant. Mbak Dian ingin mengajak pak Bradley Horn, Direktur RELO yang baru untuk berkunjung ke Unesa. Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris sendiri sudah cukup baik jejaringnya dengan RELO. Pada tahun 2010-2012, Jurusan kami pernah mendapatkan teaching fellow dari Amerika. Program teaching fellowship ini disponsori oleh RELO. Ibu Dr. Jonnie Hill, fellow yang ditugaskan ke Unesa, membantu kami mengajar, melakukan riset, menulis buku, dan memberikan workshop untuk guru-guru. Sampai saat ini saya masih berhubungan baik via email dan WA dengan bu Jonnie. Bahkan beliaulah yang jadi proofreader tesis S3 saya secara pro-bono sebelum berhasil saya submit di pertengahan tahun 2015.
Singkat cerita, dari kunjungan pak Brad dan mbak Dian ke Jurusan di bulan Desember 2018, kami baru tahu ada EIRA yang selama ini mengembangkan kegiatan ER ke sekolah-sekolah. Saya jadi merasa bodoh. Kemana saja selama ini kok belum pernah mendengarnya. Padahal Jurusan sudah rutin melakukan kegiatan ER, terutama untuk mahasiswa semester I pada mata kuliah Intensive English. Pada matkul IE ini, mahasiswa diberi tugas di luar materi perkuliahan untuk membaca sejumlah graded readers selama 1 semester. Selain itu, ER adalah salah satu kegiatan penting yang dapat dikembangkan di GLS. Kabar baiknya, IERA akan mengadakan roadshow dan mendatangkan 2 (dua) ER specialists dari AS.
Pentingnya ER ini kemudian membuat jejaring antara beberapa elemen menjadi mungkin. Beberapa minggu sebelum kick-off, RELO melakukan berbagai kontak dengan beberapa unsur Kemdikbud yang selama ini ngopeni GLS dan GLN, antara lain pak Hamid Muhammad, Dirjen Dikdasmen Kemdikbud, Satgas GLS dan Badan Bahasa. Saya jadi ikut excited membayangkan kolaborasi antara RELO, EIRA, dan ERF, dan Kemdikbud untuk sama-sama mengembangkan GLS.
ER Roadshow akhirnya diluncurkan pada tanggal 23 April 2019 di lantai 4 Kantor Pusat Universitas Sanata Dharma. Ada tiga alasan mengapa roadshow ini ditepatkan pada tanggal tersebut, yakni peringatan Unesco’s World Book Day, UN’s English as an International Day, dan 70th anniversary of Indonesia-US partnership.

Dalam roadshow selama dua minggu, mulai tanggal 24 April-4 Mei 2019, dua orang ER specialists, Dr. Tom Robb dan Prof. Marc akan berbagi tentang apa, mengapa, dan bagaimana ER. Beberapa perwakilan dari IERA juga akan menjadi pembicara dan berbagi praktik yang baik. Unesa kebagian keberuntungan dengan menjadi salah satu institusi yang digandeng sebagai host pada tanggal 4 Mei 2019. Sementara itu, sekitar 10 anggota Satgas GLS juga diundang berpartisipasi di ER workshop pada tanggal 26 April 2019 di MyAmerica-Kedubes AS. Berikut jadwal lengkap ER Roadshow.
- April 24: American Corner, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- April 26: My America Jakarta, U.S. Embassy Jakarta
- April 27: Sampoerna University Jakarta
- April 29: Maranatha University & BPK Penabur Bandung
- April 30: American Corner, ITB, Bandung
- May 2: STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur
- May 3: American Corner, Unair, Surabaya
- May 4: Universitas Negeri Surabaya
Setelah mengikuti diskusi panel, saya mencatat secara reflektif beberapa hal penting mengapa ER yang digarap IERA amat relevan dengan GLS, dan untuk itu perlu didukung dan bahkan dikolaborasikan. Berikut catatannya:
- ER merupakan salah satu kegiatan yang direkomendasikan GLS, baik melalui 15 menit membaca maupun sebagai kegiatan pengembangan melalui klub baca atau bedah buku.
- IERA berkomitmen menggerakkan ER di sekolah-sekolah. Sementara ini IERA memang lebih banyak menggarap pemberdayaan guru-guru Bahasa Inggris, namun tidak menutup kemungkinan ER dikembangkan ke bahasa-bahasa lain di Indonesia.
- ER dijalankan dengan menggunakan graded readers (buku berjenjang) dalam Bahasa Inggris. Bahkan ERF sudah memiliki platform daring yang dapat mencatat berapa jumlah buku yang sudah dibaca siswa, lengkap dengan quiz untuk mengecek pemahaman bacaan. Berikut link-nya, http://erfoundation.org/wordpress/graded-readers/mreader/. Nah, GLS dapat belajar dari ERF untuk mengembangkan platform sejenis dengan bacaan buku berjenjang dalam bahasa Indonesia.
- Pentingnya buku berjenjang dalam GLS mendorong RELO untuk memikirkan strategi untuk mendukung pengembangan buku berjenjang dalam berbagai bahasa. Ini mirip dengan yang sudah dilakukan beberapa lembaga seperti USAID Prioritas, Room to Read (Provisi), The Asia Foundation, dan Inovasi. Artinya, semakin banyak pihak ikut berpartisipasi mengembangkan GLS.
- Poin nomor 4 juga membuka kemungkinan semakin banyaknya buku berjenjang untuk ditulis. Apalagi dengan adanya sistem perjenjangan buku yang dihasilkan oleh Pusbuk, maka penulisan buku berjenjang menjadi wajib segera dilakukan. Saya pribadi ingin mendorong banyak guru yang selama ini aktif menulis dalam upayanya menggerakkan literasi di kalangan guru untuk ikut serta menulis buku berjenjang. Dengan demikian buku yang dihasilkan menjadi lebih terasa manfaatnya untuk sekolah dan masyarakat.
- Penulisan buku berjenjang dapat diarahkan pada tema-tema yang sesuai dengan kurikulum, atau yang penting dan urgent dibutuhkan di masyarakat, seperti anti perundungan kepada anak, mitigasi bencana, pelestarian lingkungan, toleransi atas keberagaman, dsb. Melalui buku-buku seperti inilah literasi informasi dapat dikembangkan sejak dini kepada anak.
- Salah satu kelemahan GLS terletak pada masih kurang jelasnya pemahaman guru/sekolah tentang bagaimana kegiatan membaca dilakukan. Panduan GLS sebenarnya sudah cukup gamblang menjelaskan bagaimana menjalankan kegiatan membaca nyaring, membaca bersama, membaca terpandu, dan membaca mandiri. Di sisi lain, ada perbedaan mendasar antara Extensive Reading (ER) dengan Intensive Reading (IR). Dengan sifatnya sebagai kegiatan reading for pleasure, ER lebih dekat dengan kegiatan pembiasaan dan pengembangan di GLS, sementara IR lebih pas untuk pembelajaran, di mana diperlukan berbagai strategi literasi dalam memahami bacaan. Dengan demikian, ER Roadshow ini menjadi pengingat yang tepat bagi GLS untuk merapikan panduan dan manual yang ada dan melakukan pendampingan yang lebih terarah.
- Pak Brad, pak Tom, dan pak Marc menekankan pentingnya studi tentang ER dan literasi. Melalui penelitian, IERA, GLS, maupun dosen/guru pemerhati literasi dapat memiliki bukti tentang proses dan dampak ER dan praktik literasi terhadap siswa, ekosistem sekolah, dan masyarakat. Studi dengan bukti ilmiah juga perlu dilakukan untuk dapat mendorong pemangku kebijakan menetapkan aturan yang lebih pro-literasi.
- Studi-studi pada poin 8 perlu segera dilakukan untuk menyambut World Congress on Extensive Reading yang kemungkinan besar akan diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2021. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penyelenggara, tapi tidak berkontribusi dalam pemikiran.
- ER dan GLS akan berjalan optimal bila ada kolaborasi dengan masyarakat dan media. Saat diskusi panel tadi, ada beberapa teman dari TBM di wilayah DIY yang diundang. Senang sekali bertemu dengan teman-teman TBM yang sudah beberapa kali ikut terlibat di kegiatan GLS dan sudah melakukan kolaborasi dengan sekolah. Media juga ikut berperan dalam sosialisasi pentingnya literasi di sekolah dan masyarakat. Ada sejumlah awak media yang hadir dalam diskusi panel dan melakukan wawancara seusai acara. Berikut salah satu hasil liputan yang sudah dimuat di Kompas, 24 April 2019.
Banyak PR menanti. Kolaborasi menunggu untuk dijalin rapi. Komitmen perlu diperkuat lagi. Tugas akademisi untuk terus meneliti.
Keren Tiwik 👍
GLS apakah sudah pernah ke SD Luqman Al Hakim? Aku jadi komite di sana. Aku juga care dengan acara2 literasi di sekolah. Guru2 juga sudah menulis buku setelah menyelenggarakan seminar bersama penulis terkenal. Apakah itu berarti sekolah kami sudah punya budaya literasi?
Salam, Titik Hartini HMPL’84