Anda suka mereview barang dan jasa yang Anda gunakan/konsumsi dan memberikan review melalui media sosial? Bila Anda menjawab iya, boleh jadi Anda sudah menjadi prosumer. Anda menggunakan produknya, dan menciptakan konten media tentang produk tersebut. Banyak orang yang tidak sadar sudah menjadi prosumer.
Apa itu prosumer? Kata ini adalah perpaduan dari dua kata, producer dan consumer. Nah, generasi milenial adalah generasi prosumer. Mereka tidak hanya menjadi pengguna berbagai produk dan jasa yang beredar di pasaran. Anak-anak jaman sekarang dapat menghasilkan sesuatu dari barang dan jasa yang mereka nikmati setiap hari. Ini beda dengan generasi ibu bapaknya, atau bahkan eyang dan buyutnya, yang mungkin sudah puas menjadi penikmat saja.
Apa sih contoh prosumer? Gampang sekali menemukannya di sekitar kita. Anak-anak kelas 6 SD bahkan boleh dikata sudah menjadi prosumer. Sembari makan mie samyang misalnya, mereka bisa membuat vlog untuk mereview jenis samyang yang dimakan, baik rasa maupun tingkat kepedasannya. Saya tidak pernah makan samyang karena tidak suka pedas, tapi Adzra, anak perempuan saya, pernah melakukan samyang eating challenge dengan teman-temannya dan mereview samyang dengan nge-vlog. Salah satu hobby Adzra adalah nonton channel para food vloggers dan belajar cara mereview kuliner. Setiap kali kami makan di luar, ada saja yang dia review dan kemudian share ke teman-temannya via akun Instagramnya.
Teknologi internet memang menjadi alat yang paling berpengaruh dalam menciptakan para prosumer ini. Para fans bisa mendirikan kerajaan bernama Fandom karena mereka tidak hanya menikmati musik, film, atau klub sepakbola kesayangannya. Mereka berkreasi dan berinovasi dengan berbagai konten media tentang idola mereka. Ada yang bahkan mengembangkan konten medianya secara serius.
Ghanta, anak sulung saya, adalah bonek sejati sejak kecil. Setiap kali Persebaya main, dia hampir tidak pernah absen nonton. Baik langsung ke GBT maupun nobar atau nonton sendiri di rumah. Tidak cukup dengan nonton, Ghanta menulis review tentang permainan Persebaya. Ada 4 (empat) tulisannya yang dia kirimkan ke website bonek, https://emosijiwaku.com/?s=bayoghanta.
Nah, saat ini dia dan beberapa teman sesama bonek merambah ke dunia podcast dan membuat channel bertajuk Bajolball podcast. Bajolball adalah podcast channel tentang Persebaya dan Bonek. Channel ini dapat ditemukan di Spotify, https://open.spotify.com/show/1Hp5BJg5CUth723KTFfXYF, maupun di Apple podcast, https://podcasts.apple.com/id/podcast/bajolball/id1464955759.
Mereka serius banget ngopeni Bajolball. Ruang baca di rumah praktis menjadi markas buat rekaman sampai malam-malam. Kalau ada segerombolan anak muda parkir sepeda motor di depan rumah sekitar pukul 9 malam, ini adalah tanda bahwa saya dan Adzra perlu naik ke lantai atas. Tulisan ‘JANGAN BERISIK. ADA REKAMAN’ tertempel di pintu perpustakaan di lantai bawah.
Sosok yang diwawancarai bervariasi, mulai bonek sejati, fans dari klub lain yang sedang bertandang ke Surabaya, pengamat sepakbola, akademisi, sampai pemain Persebaya. Perpustakaan pernah ramai banget dan penuh gelak tawa karena kedatangan fans PSM Makassar.
Rekaman obrolan tentang sepakbola tidak hanya dilakukan di rumah. Februari lalu kami sekeluarga pergi ke Yogya untuk sebuah acara gathering dengan kantor mas Prapto, suami saya. Ghanta niat bawa backpack agak besar yang berisi perlengkapan untuk rekaman. Waktu saya tanya untuk apa, dia bilang mau ketemuan dengan seorang dosen Komunikasi dari Yogya yang juga pengamat sepakbola. Feeling saya mengatakan bahwa saya kenal dosen tersebut. Ternyata benar. Dia adalah Dr. Fajar Junaedi, dosen di UMY, pegiat media, yang juga adalah sepupu saya, putra dari bulik Sun, adik bapak saya. Lha kok bisa sudah kenal dan janjian dengan seseorang tanpa tahu bahwa dia adalah oom-nya sendiri. Akhirnya kami jadi reuni keluarga. Seneng banget ketemu dengan adik sepupu yang keren bin anti mainstream. Saya dapat hadiah 3 buku tentang sepakbola yang ditulis oleh dik Edi. Ghanta seolah dapat penguatan bahwa yang dia lakukan juga amat berpotensi dikembangkan.

Bajolball podcast channel baru saja merayakan episode ke-100. Sebuah pencapaian dari konsistensi dan komitmen yang tidak bisa dianggap remeh. Tahu nggak apa yang mereka lakukan?
Kamis sore yang lalu pas saya pulang dari kampus, Abay, asisten rumah tangga kami, bilang bahwa rumah ramai sekali siang tadi. ‘Mas Ghanta rekaman. Ada bule buk,’ kata Abay. Ternyata Bajolball mengundang Aryn Williams ke rumah Kebraon. Kalau Anda belum kenal, Aryn Williams adalah pemain Persebaya dari Perth, Australia.

Jadi begitulah, Bajolball dan dunia podcast menjadi bahan baru yang kami obrolkan. Saya jadi banyak bertanya ke Ghanta tentang proses podcasting dan kisah-kisah behind the recording. Mulai dari bagaimana menemukan seorang pengamat sepakbola dari India sampai bagaimana Aryn nyetir sendiri mencari rumah Kebraon via google map. Dan tentu saja produk-produk promosi yang mereka buat dengan modal urunan. Sticker bajolball menjadi produk yang menghiasi mobil, helm, dan AC portable. Adzra menjadi salah satu penerima Bajolball T-shirt dan diminta ikut promosi. Kalau berminat silakan PO di instagram Bajolballpodcast ya.
Saya menjadi ibu yang bangga dengan aktivisme anak lanang saya. Dari bonek menjadi pelaku media dengan konten kreatif di era tanpa batas ini. Saya sendiri jadi terinspirasi untuk membuat podcast tentang literasi.
Tapi bagaimanapun saya adalah seperti ibu-ibu yang lain yang deg-degan sekaligus berharap tentang hal lain.
‘Mas, ojok lali skripsine sing kari sak uprit. Ndang marekno, ndang ujian, ndang wisuda.’
Salam kenal Bu, saya Rizky yg hati ini menanyakan tentang paradoks literasi Indonesia di Festival Literasi Indonesia 2020. Semoga bisa terus berkorespondensi.